Tampilkan postingan dengan label Penutup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penutup. Tampilkan semua postingan

BAB 5 Harga Diri Rendah

BAB V

PENUTUP


Setelah penulis melaksanakan ”Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Harga Diri Rendah di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Mazoeki Mahdi Bogor” sejak tanggal 26 februari sampai 09 maret 2013 penulis mencoba menyimpulkan dan mengajukan beberapa saran yang bermanfaat untuk memberikan asuhan keperawatan akan datang.
A.    Kesimpulan
Gangguan harga diri adalah evaluasi diri dan perasaan diri atau  kemampuan diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun yang tidak. Harga diri rendah adalah transisi antara rentan respon adaptif dan maladaptif yang ditandai dengan perasaan atau persepsi negatif terhadap diri sendiri. faktor presipitasi yang ditemukan pada Tn. J adalah trauma psikologis karena  Tn. J dikhianati oleh istrinya klien bercerai dengan istrinya. faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada Tn. J adalah perceraian klien dengan istrinya.
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengkajian, manifestasi klinis yang ditemukan pada Tn. J sesuai dengan teori dan menunjukan perilaku harga diri rendah yaitu klien belum bisa menerima dirinya apa adanya.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. J ada 7 diagnosa yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, Defisit perawatan diri, resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, berduka disfungsional, dan penetalaksanaan regiment terapi tidak efektif . Dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. J penulis memprioritaskan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu harga diri rendah.
Rencana keperawatan yang dibuat pada Tn. J sudah sesuai dengan tahapan pengkajian dan diagnosa keperawatan untuk mengatasi keempat diagnosa keperawatan yang muncul pada klien, lengkap dengan tujuan umum dan tujuan khusus pada setiap diagnosa keperawatan.
Dari 4 diagnosa yang penulis temukan semua diagnosa penulis lakukan : Harga diri rendah : SP1 dilakukan 2 kali pertemuan  . SPII dilakukan 1 kali pertemuan. SPIIIp dilakukan 1 kali pertemuan. SPIV dilakukan 1 kali pertemuan. Isolasi sosial : SPIp dilakukan 1 kali pertemuan. SPII dilakukan 1 kali pertemuan. SPIII dilakukan 1 kali pertemuan. Defisit Perawatan Diri : SPI dilakukan 1 kali pertemuan. SPII dilakukan 1 kali pertemuan. SPIII dilakukan 1 kali pertemuan .SPIV dilakukan 1 kali pertemuan . Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran : SPI dilakukan 1 kali pertemuan. SPII dilakukan 1 kali pertemuan. SPIII dilakukan 1 kali pertemuan. SPIV dilakukan 1 kali pertemuan.
Evaluasi yang didapatkan setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. J yang berkolaborasi dengan perawat ruangan dari tanggal 26 februari sampai 09 maret 2013 adalah sebagai berikut : diagnosa 1 Harga diri rendah dapat dilakukan sampai SPIII, diagnosa 2 Isolasi sosial dapat dilakukan sampai SPIII, diagnosa 3 Defisit perawatan diri dapat dilakukan sampai SPIV, diagnosa 4 Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dapat dilakukan sampai SPIV.

B.     Saran
1.    Bagi rumah sakit / diklit
Agar terus menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, terutama di bidang pelayanan kesehatan jiwa.

2.    Bagi institusi
Terus meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam segi praktek di lapangan.

3.    Bagi ruangan yudistira

Agar  tetap menjaga mutu pelayanan dan memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, sehingga diharapkan dapat memberi kesembuhan pada pasien. 

BAB 7 Curiga



BAB VII

PENUTUP


A. KESIMPULAN
            Membina hubungan saling percaya merupakan kunci hubungan perawat - klien yang terapeutik. Berbicara dengan jelas, tidak berhenti bicara saat klien datang, tidak mendebat dan penerimaan keluarga besar pengaruhnya terhadap perilaku klien curiga. Terapi aktifitas kelompok merupakan media yang tepat dalam membantu klien mengatasi perilaku curiga. Keluarga mempunyai peran penting dan utama dalam membantu mengatasi perilaku klien.

B. SARAN
            Oleh karena itu sebaiknya perawat banyak berlatih cara membina hubungan saling percaya, lebih banyak melibatkan keluarga dalam mengatasi perilaku klien melalui kunjungan rumah, menganjurkan keluarga untuk lebih sering menengok klien dan membuat jadwal terapi aktifitas kelompok secara terstruktur.

BAB 4 Kehilangan

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.

       B.     Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan harus mampu mamahami dan mengerti definisi, etiologi,  dan penatalaksanaan yang akan di lakukan serta resiko akan  terjadi pada pasien gangguan jiwa kehilangan/berduka. Sehingga nantinya apabila mahasiswa praktek dilapangan akan mengetahui tindakan apa yang tepat dalam menangani pasien gangguan jiwa kehilangan. Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa sebagai bahan rujukan apabila bertemu pasien dengan kasus yang sama.