Tampilkan postingan dengan label Pembahasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembahasan. Tampilkan semua postingan

BAB 4 Harga Diri Rendah

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan pembahasan dengan membandingkan antara teori dan kasus pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi faktor pendukung, penghambat dan alternative pemecahan masalah yang ditemui selam proses pelaksanaan asuhan keperawatan.
Proses pembahasan yang dikemukakan menggunakan pendekatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan data dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian dilakukan pada Tn.J secara komprehensif, meliputi aspek biopsikososial dan spiritual, sehingga didapat data subjektif dan data objektif yang merupakan dasar dalam merumuskan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengkajian, manifestasi klinis yang ditemukan pada Tn.J sesuai dengan teori dan menunjukan perilaku harga diri rendah yaitu klien menganggap dirinya tidak berguna dengan alasan dia merasa malu karena tidak dapat membantu keuangan keluarga,tapi malah merasa menyusahkan.
Faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah  Penolakan dari orang tua, kurang penghargaan, pola asuh yang salah, persaingan antar saudara, kesalahan atau kegagalan yang berulang dan tidak mampu mencapai standar yang ditemukan sedangkan faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada Tn. J adalah pada tahun 1998 klien ditinggal oleh pacarnya dan pada tahun 2005 klien menikah kemudian 1 bulan yang lalu klien bercerai dengan istrinya,dengan kejadian tersebut klien merasa kecewa. Sebelum klien bercerai dengan istrinya klien telah mengalami gangguan jiwa dan klien juga diberhentikan dari pekerjaannya. Semenjak klien bercerai dengan istrinya penyakit klien semakin parah kemudian pada tanggal 14 februari 2013 klien diantar oleh keluarganya ke RSMM
Untuk faktor presipitasi yang terdapat pada teori yaitu trauma dan ketegangan peran yang terdiri dari transisi peran perkembangan, transisi peran situasi dan transisi peran sehat sakit. Sedangkan faktor presipitasi yang ditemukan pada Tn. J adalah klien merasa dikhianati oleh istrinya karena istrinya tidak bisa menerima keadaan klien, oleh karena itu klien merasa kecewa.
Mekanisme koping pada klien dengan harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah koping jangka pendek yang terdiri dari aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari, memberikan identitas pengganti sementara, memberi kekuatan atau dukungan sementara dan yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, koping jangka panjang yang terdiri dari penutupan identitas dan identitas negatif, serta pertahanan ego seperti fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi dan displacement. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang ditemukan pada Tn. J adalah harga diri rendah dimana klin merasa dikecewakan oleh istrinya.
Sumber koping yang ada pada teori adalah aktifitas olahraga, hobi dan ketrajinan tangan, seni dan ekspresif, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan, bakat, kecerdasaan, imajinasi, dan hubungan personal sedangkan sumber koping yang digunakan oleh Tn. J adalah maladaptif.
Pohon masalah yang terdapat pada teori dan kasus adalah harga diri rendah, isolasi sosial dan ideal diri tidak realitas. Adapun pengembangan masalah yang terdapat pada kasus adalah resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi yang dibuktikan dengan data-data tersebut sudah tidak ditemukan seperti berbicara dan tertawa sendiri, penatalaksanaan regimen terapetik tidak efektif dibuktikan dengan data-data klien pernah mengalami gangguan jiwa kurang lebih 1 tahun dan riwayat rawat jalan namun kurang berhasil, berduka disfungsional : berdasarkan data dari status klien, klien pernah mengalami putus cinta  ,dan 1 bulan yang lalu klien bercerai dengan istrinya. Harga diri randah : data yang didapat klien mengatakan dirinya bingung, jenuh. Klien mengatakan malu dengan dirinya sendiri, klien merasa tidak berguna, defisit perawatan diri : dari data yang didapat klien tampak tidak rapi, rambut panjang dan kumis tidak dicukur, isolasi sosial : data yang didapat klien cenderung menyendiri dan tidak mau bergaul, resiko perilaku kekerasan : karena di rumah sering marah-marah, merusak peralatan di rumah tangga dan mudah tersinggung.
Selama melakukan pengkajian didapatkan faktor pendukung yaitu adanya kerjasama pengkaji dengan perawat ruangan, sikap klien yang cukup kooperatif sehingga didapatkan data-data yang menunjang diangkatnya kasus ini, penggunaan format pengkajian yang sesuai antara lahan dan institusi pendidikan. Adapun faktor penghambat yang temukan adalah selama berdinas tidak ada yang menjenguk sehingga mengalami kesulitan dalam memfalidasi data. Maka solusi yang dapat diberikan adalah melakukan studi dokumentasi, dengan melihat catatan rekam medik klien yang ada di ruangan serta validasi dari perawat mengenai pengkajian dan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah
 
B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah selanjutnya dalam proses keperawatan. Pada teori terdapat 3 diagnosa keperawatan yaitu harga diri rendah, isolasi sosial dan ideal diri tidak realitas sedangkan pada Tn. J ditemukan 7 diagnosa yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, Defisit perawatan diri, resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, berduka disfungsional, resiko perilaku kekerasan dan penetalaksanaan regiment terapi inefektif.
Dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. J diprioritaskan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu harga diri rendah karena bila tidak diatasi dapat berkembang menjadi isolasi sosial, masyarakat dan lingkungan sekitar dan bila berkembang lebih lanjut dapat  mengakibatkan masalah keperawatan resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi menjadi aktual.
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan ditemukan hambatan yaitu membedakan antara perilaku yang menunjukan harga diri rendah dengan isolasi sosial disebabkan data objektif  dari kedua diagnosa tersebut sangat mirip. Solusinya perawat mengkaji lebih dalam lagi data sujektif sehingga dapat ditemukan masalah utamanya.
   
C.     Perencanaan keperawatan
         Dalam membuat perencanaan, di arahkan pada pemecahan masalah yang ada ,yaitu berupaya membantu meningkatkan percaya diri dan kemampuan klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Rencana keperawatan yang dibuat pada setiap diagnosa keperawatan sudah sesuai dengan tiga aspek diagnosa utama yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat pada Tn. J sudah sesuai dengan tahapan pengkajian dan diagnosa keperawatan untuk mengatasi ketujuh  diagnosa keperawatan yang muncul pada klien, lengkap dengan tujuan umum dan tujuan khusus pada setiap diagnosa keperawatan.
Pada setiap diagnosa ada hal yang tidak terdapat pada teori yaitu penulisan mencantumkan jumlah pertemuan yang dibutuhkan perawat untuk mencapai setiap tujuan khusus (TUK) dan disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan prediksi awal yaitu sekali pertemuan untuk setiap tujuan khusus. Untuk diagnosa prioritas yaitu terdapat 2 TUK yaitu TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya, dilakukan sebanyak satu kali pertemuan. TUK 2 yaitu dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. TUK 3 yaitu dapat menilai kemampuan yang digunakan, dilakukan satu kali pertemuan. TUK 4 yaitu dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kempuan yang dimiliki, dilakukan sebanyak dua kali. TUK 5 dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya dan TUK 6 yaitu dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada, sedangkan pada terapi aktivitas kelompok pada klien dengan harga diri rendah sehubungan dengan jadwal yang ada diruangan pada saat penulis berdinas tidak dilaksanakan.
Dalam membuat perencanaan, penulis tidak menemukan hambatan dan kendala yang berarti karena sudah tersedia buku sumber dan adanya standar asuhan keperawatan perencanaan kesehatan jiwa yang sudah baku yang berlaku di seluruh tatanan pelayanan keperawatan.

D.    Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini penulis mengacu pada rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya dan dipermudah dengan adanya strategi pelaksanaan dengan memprioritaskan masalah yang ada pada Tn. J dan disesuaikan dengan situasi kondisi serta kebutuhan klien. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 26 februari 2013 dari pukul 07.30-13.00 WIB.
Dari 4 diagnosa yang penulis temukan semua diagnosa penulis lakukan : Harga diri rendah : SP1 dilakukan 1 kali pertemuan  pada tanggal 26 februari 2013 pukul 08.30 – 09.00 WIB. SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 28 Maret  pukul 12.00-12.20 WIB. SPIII dilakukan 2 kali pertemuan pada tanggal 01 maret 2013 pukul 12.15 – 12.30 dan tanggal 02 maret 2013 pukul 12.00-12.30. Isolasi sosial : SPI dilakukan 2 kali pertemuan pada tanggal 02 maret 2013 pukul 09.50-10.10 WIB, dan tanggal 03 maret 2013 pukul 10.30-10.45 WIB. Defisit Perawatan Diri : SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 27 februari 2013 pukul 10.30-10.45 WIB, Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran : SPI dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 28- februari2013 pukul 10.20-10.35 WIB. SPII dilakukan pada tanggal 01 maret 2013 pukul 10.00-10.15 WIB. SPIII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 02 maret2013 pukul 08.30-08.45 WIB. SPIV dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 02 maret 2013 pukul 11.00-11.15 WIB.
Adapun faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya kerjasama antara penulis dengan perawat ruangan seta keadaan klien yang kooperatif dan mau berkerjasama. Sedangkan faktor penghambat yang penulis temukan adalah tidak ada keluarga yang berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang penulis lakukan adalah berkolaborasi dengan perawat ruangan untuk melakukan TUK 5 dan TUK 6 yaitu memanfaatkan sistem pendukung yang ada pada kelurga dan menindak lanjuti diagnosa keperawatan yang belum tercapai,yaitu diagnosa keperawatan 1.
 
E.     Evaluasi Keperawatan
 Evaluasi yang didapatkan setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. J yang berkolaborasi dengan perawat ruangan dari tanggal 26 februari – 05 maret 2013  adalah sebagai berikut : diagnosa 1 Harga diri rendah dapat dilakukan sampai SPII, diagnosa 2 Isolasi sosial dapat dilakukan sampai SPIII, diagnosa 3 Defisit perawatan diri dapat dilakukan sampai SPIV, diagnosa 4 Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dapat dilakukan sampai SPIV.
Adapun faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya kerjasama yang baik antara penulis, klien dan perawat ruangan, sedangkan faktor penghambatnya adalah keterbatasannya jam dinas penulis sehingga penulis tidak bisa mengevaluasi klien 24 jam dan   keluarga klien yang tidak berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang penulis lakukan adalah  meningkatkan kerjasama dengan perawat ruangan untuk melakukan evaluasi pada klien setelah dilakukan pelaksanaan keperawatan. 

BAB 5 Curiga



BAB V

PEMBAHASAN

            Pada bab ini akan dibahas penerapan teori pada kasus Nn. G dengan maslah curiga, dan respon klien setelah dilakukan implementasi berdasarkan teori tersebut. Berdasarkan hasil pengkajian, perilaku curiga pada klien Nn.G kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pola asuh. Kedudukan klien sebagai anak angkat seolah-olah dirasakan klien berkompetisi dengan kelahiran anak kandung orang tua angkatnya. Ditambah kematian ayah angkatnya yang selama ini menyayangi klien sehingga membuat klien merasa tidak diperhatikan lagi.
            Sesuai dengan tinjauan teori pada bab III, pada kasus ini juga memperhatikan perilaku maladaptif sebagai dampak dari perilaku curiga, antara lain menarik diri, kurangnya perawatan diri dan marah.
            Dari implementasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa memanggil nama klien dengan nama yang disukai, memberikan respon yang positif untuk membina hubungan saling percaya. Berbicara dengan jelas, tidak berbisik dan tidak berhenti saat klien datang juga membuat klien berinteraksi dengan perawat. Klien selalu menunjukan sikap menyelidik ketika ia melihat orang lain berbincang-bincang. Dengan mengajak klien terlibat dalam pembicaraan, perilaku tersebut hilang.
            Mengadakan kontak singkat tapi sering juga membuat klien harus merasa diperhatikan dan klien terlihat lebih kooperatif. Hal ini ditunjukan melalui perilaku klien yang bersahabat dan mau memulai pembicaraan dengan perawat.
            Prinsip untuk tidak mendebat saat berbicara dengan klien memang dapat diterapkan pada kasus ini. Ketika apa yang diucapkan klien tidak dibenarkan, klien akan semakin menarik diri dan kadang menjadi agresif. Memberikan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan pada saat curiga tidak selamanya diterima klien. Klien sering menunjukan perilaku menarik diri dan diam ketika diminta untuk mengungkapkan perasaannya. Hal ini mungkin disebabkan perilaku disebabkan perilaku tersebut merupakan mekanisme pertahanan diri dengan proyeksi dan merupakan masalah ini bagi klien sehingga klien akan merasa terancam integritasnya bila hal tersebut dibicarakan.
            Memberikan kegiatan yang disenangi klien membuat klien merasa dihargai. Dengan membersihkan kamar mandi, membereskan meja setiap hari membuat klien merasa berhasil dan berguna. Pemberian reinforcement positif, memberikan respon yang baik, dimana klien tampak senang dan selalu mengatakan apa yang telah dilakukannya dan yang akan dilakukannya. Prinsip kegiatan yang tidak bersifat kompetitif juga dapat dibuktikan. Klien menolak ketika diajak bermain congklak karena kesal temanya bermain curang.
            Faktor lingkungan juga memberikan dampak yang besar terhadap perilaku curiga klien. Kondisi klien di ruangan sebagian besar menarik diri, membuat klien semakin menarik diri dan tidak mau berinteraksi dengan klien lain. Melibatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK) memberikan dampak yang baik. Dengan TAK, klien mulai mencoba berinteraksi dengan klien lain dan mengurangi sikap bermusuhan.
            Memberikan kesempatan klien untuk cuti pulang ke rumah, juga memperbaiki perilaku klien. Selama praktek, klien sudah tiga kali cuti. Setelah cuti klien tampak lebih gembira, rajin melaksanakan kegiatan. Hal ini disebabkan klien merasakan kembali ia masih diterima di keluarga. Dengan demikian keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu mengatasi perilaku klien.
            Setelah melakukan suatu kegiatan,  klien marah-marah karena merasa orang lain tidak bekerja, hanya klien sendiri setelah diberikan intervensi dengan mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan tanda-tanda marah dan cara mengungkapkan marah yang konstruktif, klien dapat menyebutkan tanda-tanda marah dan mau berlatih mengungkapkan marah secara asertif. Apabila tidak diberikan stimulus, klien cenderung kembali marah.
            Dari hasil kunjungan rumah, tampak terjadi perubahan sikap keluarga terhadap klien. Sebelumnya keluarga tidak menginginkan klien pulang ke rumah karena kalau pulang klien hanya marah-marah. Bila klien marah, hanya dibiarkan   saja   dan   klien   tidak betah di rumah
(1 hari), lalu klien kembali ke rumah sakit. Dengan memberitahukan pentingnya peran keluarga dalam membantu mengatasi perilaku klien dan cara menghadapi klien, keluarga mau menerima kepulangan klien. Klien menjadi lebih betah di rumah. Setiap hari sabtu klien minta cuti untuk pulang ke rumah.
            Klien menarik diri akan memberikan perilaku malas dalam melakukan kebersihan diri dan pada klien tampak kurang minat dalam melakukan perawatan diri. Setelah dilakukan pendekatan, pemberian motivasi dan pemberian reinforcement positif terhadap keberhasilan atau kemajuan yang ditujukan, ternyata klien termotivasi untuk melakukan perawatan diri.

BAB 4 ISOS

BAB IV

PEMBAHASAN

            Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada kilen Tn. I dengan isolasi sosial di ruang Yudistira Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor, penulis berusaha menerapkan asuhan keperawatan secara kontinue dan komprehensif yaitu melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, menyusun perencanaan, mengimplementasikan dan membuat evaluasi keperawatan. Oleh karena itu penulis akan membahas kesenjangan antara teori dengan praktek dalam proses keperawatan yang telah dilaksanakan.

A.        Tahap Pengkajian
            Pengkajian ini merupakan tahap awal dari pengumpulan data, data yang diperoleh melalui wawancara, observasi langsung pada klien, catatan rekam medik klien dan perawat ruangan. Penulis melakukan pengkajian dengan pedoman pengkajian berdasarkan standar keperawatan jiwa. Dalam pengkajian ada beberapa faktor yang perlu dieksplorasi yaitu faktor pendukung atau predisposisi yang meliputi faktor tumbuh kembang, faktor komunikasi dalam keluarga, faktor sosial budaya dan faktor biologis; faktor pencetus atau faktor presipitasi yang meliputi faktor eksternal dan faktor internal; mekanisme koping dan perilaku klien.
1.         Hambatan
            Pada saat interaksi awal penulis masih sulit membina hubungan saling percaya dengan klien disebabkan adanya kendala perbedaan bahasa yaitu pasien menggunakan bahasa Sunda yang tidak dimengerti penulis. Namun, klien cukup kooperatif dalam menjawab meskipun dengan jawaban yang sangat singkat. Penulis juga mengalami hambatan dimana klien tidak sepenuhnya mengungkapkan permasalahan yang dialami dan klien selalu menjawab bahwa ia lupa.
2.         Alternatif Pemecahan Masalah
            Sebagai alternatif pemecahan masalah klien, penulis mencoba melakukan pendekatan dengan teknik komunikasi terapeutik seperti melakukan kontrak singkat dan sering, lebih memperhatikan kebutuhan dasar klien, melakukan kontrak waktu pertemuan yang lebih jelas dan telah disepakati kedua belah pihak, menepati janji, menunjukkan rasa empati, dan perhatian kepada klien dimana saat interaksi selalu bertatap muka, menggunakan komunikasi verbal dan non verbal, berhadap hadapan dengan klien dan menjaga kontak mata, menjaga jarak komunikasi, dan memberi rasa aman kepada klien, memberikan reinforcement atas hal positif yang telah klien lakukan, bersikap sabar dan empati serta menerima klien apa adanya dan juga memfokuskan pembicaraan pada saat pengkajian, jangan langsung menentukan diagnosa sebelum data yagn diperoleh benar-benar akurat.
3.         Hasil dari altenartive pemecahan masalah
            Setelah melakukan alternative tersebut, pembicaraan dapat difokuskan dan data klien dapat terkaji sehingga dapat digali masalah utama pada klien Tn.I walaupun tidak begitu mendalam.

B.        Tahap Diagnosa Keperawatan
            Pada tahap ini penulis mengumpulkan data senjang baik data mayor maupun data minor yang didapat dari proses pengkajian untuk selanjutnya diinterpresentasikan pada analisa data sehingga muncul beberapa masalah keperawatan dari masalah keperawatan tersebut dihubungkan  dalam pohon masalah untuk mendapatkan diagnosa keperawatan.
            Dari hasil pengkajian yang telah dikumpulkan baik berupa data mayor maupun data minor dari klien, penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan selain tiga diagnosa utama yaitu : resiko perilaku kekerasan, penulis juga menegakkan diagnosa defisit perawatan diri.
1.         Hambatan
Ditemukannya perbedaan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada studi kasus dengan diagnosa keperawatan sesuai teori.
2.         Alternative Pemecahan Masalah
Ditemukannya perbedaan antara diagnosa keperawatan yagn muncul pada saat studi kasus dengan diagnosa keperawatan dalam teori, maka solusi yang penulis lakukan adalah dengan tetap menggunakan teori sebagai acuan, namun disamping itu juga penulis memperhatikan kondisi klien. Untuk kondisi klien yang tidak sesuai dengan teori, maka penulis mengacu pada referensi lain yang sesuai dengan data mayor maupun data minor yang terdapat pada kondisi klien.
3          Hasil dari Alternative Pemecahan Masalah
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan sesuai dengan dan kebutuhan klien pada saat dikaji oleh penulis.

C. Tahap Intervensi
            Pada proses ini yang terdiri dari lima aspek utama yaitu tujuan umum, tujuan khusus, kriteria hasil, intervensi dan rasional. Penulis membuat rencana asuhan keperawatan hanya pada diagnosa isolasi sosial, harga diri rendah dan defisit keperawatan diri, sesuai dengan keadaan kebutuhan klien saat itu.
1.         Hambatan
Pada tahap ini penulis tidak memiliki hambatan, karena kondisi klien yang cukup kooperatif sehingga penulis dapat segera menusun rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien sekarang.
            Dalam perencanaan ini penulis hanya membuat rencana asuhan keperawatan pada diagnosa isolasi sosial, harga diri rendah dan deficit keperawatan diri, karena waktu yang terbatas yang dimiliki oeh penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan tersebut.
2.         Alternative Pemecahan Masalah
Penulis membuat rencana asuhan keperawatan dengan cara mengikuti sumber yang telah dibakukan untuk diaplikasikan kepada klien dan kondisi klien menentukan pada tahap perencanaan selanjutnya, karena pada standar recana ashuhan keperawatan yang telah dibakukan mencakup semua aspek masalah yang timbul pada klien, sehingga pelaksanaan dari rencana dapat terlaksana sesuai dengan harapan penulis.
3.         Hasil dari Alternative Pemecahan Masalah
Perencanaan asuhan keperawatan pada klien dapat dibuat dan dilaksanakan oleh penulis sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien saat itu.


D. Tahap Implementasi
            Implementasi merupakan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan menggunakan komunikasi teraupetik yang meliputi fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Pada fase orientasi dilaksanakan dengan memberikan salam teraupetik memperkenalkan diri atau mengingat kembali nama perawat, mengevaluasi dan memfalidasi berdasarkan keadaan klien saat itu, membuat kontrak waktu dan tempat serta menentukan komunikasi yang mengarah pada tujuan yang akan dicari pada fase terminasi penulis mengevaluasi kembali keadaan klien baik objektif maupun subjektif, menentukan rencana tindak lanjut, serta merencakan kontrak waktu, dan tempat untuk pertemuan selanjutnya. Semuanya dilaksanakan pada setiap tahapan strategi pelaksanaan (SP).
1.         Hambatan
Hambatan pada tahap implementasi ini adalah adanya keterbatasan waktu dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga, sehingga penulis tidak dapat melakukan implementasi dan memperhatikan perkembangan klien selama 24 jam penuh karena penulis hanya dinas pada pagi hari sampai pukul 13.00.sedangkan target untuk pencapaian SP pada klien yang sesuai dengan permasalahkan klien sangat banyak.
2.         Altenative Pemecahan Masalah
Sebagai alternative pemecahan masalahnya, penulis melaksanakan terlebih dahulu pada diagnosa yang menjadi prioritas, selain itu penulis juga melakukan kolaborasi dengan perawat ruangan dalam memantau perkembangan klien pada sore dan malam hari
3.         Hasil dari Alternative  Pemecahan Masalah
Setelah dilakukan cara alternative tersebut, klien dapat melaksanakan target SP yang sesuai dengan klien yang ada saat menulis tidak berada diruangan dengan memperoleh data dari perawat ruangan.

E.       Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan yang dicapai setelah melaksanakan impelementasi yang dilakukan baik secara sumatif (dilakukan  dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan) atau pun formatif (yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperwatan). Tetapi tidak semua rencana keperawatan dapat dilaksanakan atau tercapai sesuai dengan yang penulis harapkan. Penulis juga menggunakan SOAP dalam mengevalusi klien, dengan demikian tidak ditemukan perbedaan dalam tahap evaluasi ini dengan teori yang ada.
Untuk diagnosa pertama yaitu isolasi sosial yang sudah penulis lakukan yaitu SP 1 sampai dengan SP 3 dan evaluasi sumatif dari klien adalah dapat membina hubungan saling pecaya, klien dapat menyebutkan penyebab isoalsi sosial, menyebutkan keuntunagn berinteraksi dengan orang lain, kerugian tidak berinteraksi dengan orag lain, dan klien juga mampu berkenalan dengan 1,2,3 orang.
Untuk diagnosa kedua yaitu harga diri rendah kronis yang sudah penulis laksanakan adalah SP 1, SP 2 dan evaluasi sumatif dari klien adalah klien dapat menyebutkan aspek positif yang dimilik oleh klien, keluarga dan lingkungan, selain itu klien juga menyebutkan kemampuan yang masih dapat dilaksanakan yaitu nyanyi sambil berjoget dan menyapu, klien juga dapat membuat rencana kegiatan harian.
Pada  diagnosa ketiga yaitu defisit perawatna diri yang sudah dilakukan oleh penulis  yaitu SP mandi, SP makan, SP eliminasi, SP berdandan. Evaluasi sumatif yang diperoleh adalah klien dapat melakukan ke empat implementasi tersebut secara mandiri. Klien hanya membutuhkan motivasi agar dapat melakukan implementasi perawatan diri secara teratur.
1.         Hambatan
Pada saat evaluasi sacara formatif, klien terkadang sulit untuk menceritakan kembali tahap yang telah dibicarakan pada tahap impelementasi. Namun untuk hal yang bersifat kegiatan klien mampu mengingat dan cukup terampil melaksanakannya.
2.         Alternatif pemecahan masalah
Penulis melakukan stimulus verbal berupa pengulangan kembali tentang apa yang telah dibicarakan atau diajarkan sebelumnya kepada klien. Penulis pun juga melakukan evaluasi pada setiap akhir penjelasan sehingga mambantu klien untuk mengingat kembali hal yang telah dibicarakan. Penulis juga bekerja sama dengan perawat ruangan untuk melakukan evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan lebih lanjut.
3.         Hasil dari alternatif pemecahan masalah
            Pada tahap ini penulis dapat mengevaluasi tindakan yang penulis lakukan tetapi tidak semua intervensi, penulis mengefektifkan waktu untuk tercapainya tindakan keperawatan, sehingga penerapan asuhan keperawatan perlu ditingkatkan demi tercapainya asuhan keperawatan yang kompherensif.