KTI Keperawatan Jiwa (Isolasi Sosial (ISOS) - Pengertian)

Isolasi Sosial (ISOS) 

Karya Tulis Ilmiah

BAB II
PENGERTIAN

 2.1  Konsep Dasar

 2.1.1  Pengertian Isolasi Sosial

Menurut Towsend tahun 1998 dikutip dalam Direja 2011, kerusakan inteaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.

Menurut Rawlins tahun 1993 dikutip dalam Direja 2011, menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (S. Trimelia 2011).

2.1.2 Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain dan lebih suka berdiam dirihingga menghindar dari orang lain yang berujung pada isolasi sosial.

2.1.2.1 Faktor Predisposisi

1)  Faktor Tumbuh Kembang

Pada setiap tahaapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.

Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dpat menimbulkan masalah

Tabel 2.1 :Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

Tahap Perkembangan

Tugas

Masa Bayi

Menetapkan rasa percaya diri

Masa Bermain

Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa Pra Sekolah

Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggungjawab, dan hati nurani

Masa Sekolah

Belajar berkopetensi, bekerjasama, dan berkompromi

Masa Pra Remaja

Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin

Masa remaja

Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung

Masa Dewasa muda

Menjadi saling bergantung antara orangtua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak

Masa Tengah Baya

Belajar mernerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Masa Dewasa Tua

Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya

Sumber : Stuart dan Sundeen (1995), hlm.346



2) Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

3) Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga, dimana setip anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

4) Faktor Biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atreopi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.

2.1.2.2 Faktor Presipitasi

Terjadi gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Faktor Eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.

2) Faktor Internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuasn individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu

2.1.2.3 Stresor Pencetus

Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehiddupan yang penuh stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam katagori :

1) Stresor sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh :

- Menurunnya stabilitas unit keluarga

- Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah sakit

2) Stressor psikologik. Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial (Direja, 2011) :

1) Kurang spontan

2) Apatis (acuh terhadap lingkungan)

3) Ekspresi wajah kurang berseri

4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

5) Tidak atau kurang komunikasi verbal

6) Mengisolasi diri

7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

8) Asupan makanan dan minuman terganggu

9) Retensi urin dan feses

10) Aktivitas menurun

11)  Kurang energy

12)  Rendah diri

13)  Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori;halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial:

2.1.4.1 Respon Adaptif

Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosialdan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.

1) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.

2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.

3) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

2.1.4.2 Respon Maladaptif

Respon Maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptive.

1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.

3) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

4)  Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya akan menimbulkan respons-respons sosial pada individu. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dikutip dalam S. Trimelia 2011.

2.2  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Klien yang mengalami masalah isolasi sosial akan cenderung sukar untuk berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Oleh karena itu, perawat harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat untuk membina rasa saling percaya dengan klien secara teraupetik dalam merawat dan mengajak pasien untuk kembali berinteraksi dengan orang lain.