BAB 4 Harga Diri Rendah

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan pembahasan dengan membandingkan antara teori dan kasus pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi faktor pendukung, penghambat dan alternative pemecahan masalah yang ditemui selam proses pelaksanaan asuhan keperawatan.
Proses pembahasan yang dikemukakan menggunakan pendekatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A.    Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan data dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian dilakukan pada Tn.J secara komprehensif, meliputi aspek biopsikososial dan spiritual, sehingga didapat data subjektif dan data objektif yang merupakan dasar dalam merumuskan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengkajian, manifestasi klinis yang ditemukan pada Tn.J sesuai dengan teori dan menunjukan perilaku harga diri rendah yaitu klien menganggap dirinya tidak berguna dengan alasan dia merasa malu karena tidak dapat membantu keuangan keluarga,tapi malah merasa menyusahkan.
Faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah  Penolakan dari orang tua, kurang penghargaan, pola asuh yang salah, persaingan antar saudara, kesalahan atau kegagalan yang berulang dan tidak mampu mencapai standar yang ditemukan sedangkan faktor predisposisi harga diri rendah yang terdapat pada Tn. J adalah pada tahun 1998 klien ditinggal oleh pacarnya dan pada tahun 2005 klien menikah kemudian 1 bulan yang lalu klien bercerai dengan istrinya,dengan kejadian tersebut klien merasa kecewa. Sebelum klien bercerai dengan istrinya klien telah mengalami gangguan jiwa dan klien juga diberhentikan dari pekerjaannya. Semenjak klien bercerai dengan istrinya penyakit klien semakin parah kemudian pada tanggal 14 februari 2013 klien diantar oleh keluarganya ke RSMM
Untuk faktor presipitasi yang terdapat pada teori yaitu trauma dan ketegangan peran yang terdiri dari transisi peran perkembangan, transisi peran situasi dan transisi peran sehat sakit. Sedangkan faktor presipitasi yang ditemukan pada Tn. J adalah klien merasa dikhianati oleh istrinya karena istrinya tidak bisa menerima keadaan klien, oleh karena itu klien merasa kecewa.
Mekanisme koping pada klien dengan harga diri rendah yang terdapat pada teori adalah koping jangka pendek yang terdiri dari aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari, memberikan identitas pengganti sementara, memberi kekuatan atau dukungan sementara dan yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, koping jangka panjang yang terdiri dari penutupan identitas dan identitas negatif, serta pertahanan ego seperti fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi dan displacement. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang ditemukan pada Tn. J adalah harga diri rendah dimana klin merasa dikecewakan oleh istrinya.
Sumber koping yang ada pada teori adalah aktifitas olahraga, hobi dan ketrajinan tangan, seni dan ekspresif, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan, bakat, kecerdasaan, imajinasi, dan hubungan personal sedangkan sumber koping yang digunakan oleh Tn. J adalah maladaptif.
Pohon masalah yang terdapat pada teori dan kasus adalah harga diri rendah, isolasi sosial dan ideal diri tidak realitas. Adapun pengembangan masalah yang terdapat pada kasus adalah resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi yang dibuktikan dengan data-data tersebut sudah tidak ditemukan seperti berbicara dan tertawa sendiri, penatalaksanaan regimen terapetik tidak efektif dibuktikan dengan data-data klien pernah mengalami gangguan jiwa kurang lebih 1 tahun dan riwayat rawat jalan namun kurang berhasil, berduka disfungsional : berdasarkan data dari status klien, klien pernah mengalami putus cinta  ,dan 1 bulan yang lalu klien bercerai dengan istrinya. Harga diri randah : data yang didapat klien mengatakan dirinya bingung, jenuh. Klien mengatakan malu dengan dirinya sendiri, klien merasa tidak berguna, defisit perawatan diri : dari data yang didapat klien tampak tidak rapi, rambut panjang dan kumis tidak dicukur, isolasi sosial : data yang didapat klien cenderung menyendiri dan tidak mau bergaul, resiko perilaku kekerasan : karena di rumah sering marah-marah, merusak peralatan di rumah tangga dan mudah tersinggung.
Selama melakukan pengkajian didapatkan faktor pendukung yaitu adanya kerjasama pengkaji dengan perawat ruangan, sikap klien yang cukup kooperatif sehingga didapatkan data-data yang menunjang diangkatnya kasus ini, penggunaan format pengkajian yang sesuai antara lahan dan institusi pendidikan. Adapun faktor penghambat yang temukan adalah selama berdinas tidak ada yang menjenguk sehingga mengalami kesulitan dalam memfalidasi data. Maka solusi yang dapat diberikan adalah melakukan studi dokumentasi, dengan melihat catatan rekam medik klien yang ada di ruangan serta validasi dari perawat mengenai pengkajian dan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah
 
B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah selanjutnya dalam proses keperawatan. Pada teori terdapat 3 diagnosa keperawatan yaitu harga diri rendah, isolasi sosial dan ideal diri tidak realitas sedangkan pada Tn. J ditemukan 7 diagnosa yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, Defisit perawatan diri, resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, berduka disfungsional, resiko perilaku kekerasan dan penetalaksanaan regiment terapi inefektif.
Dari diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. J diprioritaskan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu harga diri rendah karena bila tidak diatasi dapat berkembang menjadi isolasi sosial, masyarakat dan lingkungan sekitar dan bila berkembang lebih lanjut dapat  mengakibatkan masalah keperawatan resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi menjadi aktual.
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan ditemukan hambatan yaitu membedakan antara perilaku yang menunjukan harga diri rendah dengan isolasi sosial disebabkan data objektif  dari kedua diagnosa tersebut sangat mirip. Solusinya perawat mengkaji lebih dalam lagi data sujektif sehingga dapat ditemukan masalah utamanya.
   
C.     Perencanaan keperawatan
         Dalam membuat perencanaan, di arahkan pada pemecahan masalah yang ada ,yaitu berupaya membantu meningkatkan percaya diri dan kemampuan klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Rencana keperawatan yang dibuat pada setiap diagnosa keperawatan sudah sesuai dengan tiga aspek diagnosa utama yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat pada Tn. J sudah sesuai dengan tahapan pengkajian dan diagnosa keperawatan untuk mengatasi ketujuh  diagnosa keperawatan yang muncul pada klien, lengkap dengan tujuan umum dan tujuan khusus pada setiap diagnosa keperawatan.
Pada setiap diagnosa ada hal yang tidak terdapat pada teori yaitu penulisan mencantumkan jumlah pertemuan yang dibutuhkan perawat untuk mencapai setiap tujuan khusus (TUK) dan disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan prediksi awal yaitu sekali pertemuan untuk setiap tujuan khusus. Untuk diagnosa prioritas yaitu terdapat 2 TUK yaitu TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya, dilakukan sebanyak satu kali pertemuan. TUK 2 yaitu dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. TUK 3 yaitu dapat menilai kemampuan yang digunakan, dilakukan satu kali pertemuan. TUK 4 yaitu dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kempuan yang dimiliki, dilakukan sebanyak dua kali. TUK 5 dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya dan TUK 6 yaitu dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada, sedangkan pada terapi aktivitas kelompok pada klien dengan harga diri rendah sehubungan dengan jadwal yang ada diruangan pada saat penulis berdinas tidak dilaksanakan.
Dalam membuat perencanaan, penulis tidak menemukan hambatan dan kendala yang berarti karena sudah tersedia buku sumber dan adanya standar asuhan keperawatan perencanaan kesehatan jiwa yang sudah baku yang berlaku di seluruh tatanan pelayanan keperawatan.

D.    Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini penulis mengacu pada rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya dan dipermudah dengan adanya strategi pelaksanaan dengan memprioritaskan masalah yang ada pada Tn. J dan disesuaikan dengan situasi kondisi serta kebutuhan klien. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 26 februari 2013 dari pukul 07.30-13.00 WIB.
Dari 4 diagnosa yang penulis temukan semua diagnosa penulis lakukan : Harga diri rendah : SP1 dilakukan 1 kali pertemuan  pada tanggal 26 februari 2013 pukul 08.30 – 09.00 WIB. SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 28 Maret  pukul 12.00-12.20 WIB. SPIII dilakukan 2 kali pertemuan pada tanggal 01 maret 2013 pukul 12.15 – 12.30 dan tanggal 02 maret 2013 pukul 12.00-12.30. Isolasi sosial : SPI dilakukan 2 kali pertemuan pada tanggal 02 maret 2013 pukul 09.50-10.10 WIB, dan tanggal 03 maret 2013 pukul 10.30-10.45 WIB. Defisit Perawatan Diri : SPII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 27 februari 2013 pukul 10.30-10.45 WIB, Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran : SPI dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 28- februari2013 pukul 10.20-10.35 WIB. SPII dilakukan pada tanggal 01 maret 2013 pukul 10.00-10.15 WIB. SPIII dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 02 maret2013 pukul 08.30-08.45 WIB. SPIV dilakukan 1 kali pertemuan pada tanggal 02 maret 2013 pukul 11.00-11.15 WIB.
Adapun faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya kerjasama antara penulis dengan perawat ruangan seta keadaan klien yang kooperatif dan mau berkerjasama. Sedangkan faktor penghambat yang penulis temukan adalah tidak ada keluarga yang berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang penulis lakukan adalah berkolaborasi dengan perawat ruangan untuk melakukan TUK 5 dan TUK 6 yaitu memanfaatkan sistem pendukung yang ada pada kelurga dan menindak lanjuti diagnosa keperawatan yang belum tercapai,yaitu diagnosa keperawatan 1.
 
E.     Evaluasi Keperawatan
 Evaluasi yang didapatkan setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. J yang berkolaborasi dengan perawat ruangan dari tanggal 26 februari – 05 maret 2013  adalah sebagai berikut : diagnosa 1 Harga diri rendah dapat dilakukan sampai SPII, diagnosa 2 Isolasi sosial dapat dilakukan sampai SPIII, diagnosa 3 Defisit perawatan diri dapat dilakukan sampai SPIV, diagnosa 4 Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dapat dilakukan sampai SPIV.
Adapun faktor pendukung yang penulis temukan yaitu adanya kerjasama yang baik antara penulis, klien dan perawat ruangan, sedangkan faktor penghambatnya adalah keterbatasannya jam dinas penulis sehingga penulis tidak bisa mengevaluasi klien 24 jam dan   keluarga klien yang tidak berkunjung saat penulis berdinas. Maka solusi yang penulis lakukan adalah  meningkatkan kerjasama dengan perawat ruangan untuk melakukan evaluasi pada klien setelah dilakukan pelaksanaan keperawatan.