BAB 2 Halusinasi

BAB II

PENGERTIAN


Definisi tentang persepsi dapat dilihat dari definisi secara etimologis maupun definisi yang diberikan oleh beberapa orang ahli. Secara etimologis, persepsi berasal berasal dari kata perception (Inggris) berasal dari bahasa latin perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003:445).
Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah:
1)      Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,
2)      Kesadaran dari proses-proses organis,
3)      (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu,
4)      Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang,
5)      Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
2.1.1        Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara. (buku ajar keperawatan : 105, farida kusmawati dkk, 2010)
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus (Yosep, 2009).
Halusinasi ialah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan kejiwaan karena adnya perubahan sensori persepsi dimana seseorang mengalami perubahan dalam pola dan jumlah stimulus yang mendekatdisertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. Klien bisa merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
2.1.2        Klasifikasi Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1)      Halusinasi Pendengaran : Karakteristik ditandai dengan mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2)      Halusinasin Penglihatan : Karakteristik ditandai dengan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3)      Halusinasi Penghidu : Karakteristik ditandai dengan membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4)      Halusinasi Pengecapan : Karakteristik ditandai dengan merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5)      Halusinasi Perabaan : Karakteristik ditandai dengan mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
2.1.3        Tingkat Intensitas Halusinasi
Tingkat intensitas halusinasi menjadi empat tahap sebagai berikut :
1)      Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2)      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3)      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4)      Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

2.2  Faktor- faktor Penyebab Gangguan Halusinasi
2.2.1        Faktor predisposisi
1)      Faktor Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mingkin muncul  adalah hambatan dalam belajar,berbicara,daya ingat dan muncul prilaku menarik diri.
2)      Faktor Psikologis
Keluarga pengasuh  dan lingkingan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam  kehidupan klien. Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negate, dan koping destruktif.
3)      Factor social budaya
Kehidupan social  dapat pula mempengaruhi gangguan  orientasi  realita seperti kemiskinan, konflik social budaya (peperangan atau kerusuhan) dan  kehidupan  yang terisolasi disertai stress.Isolasi social pada yang usia lanjut, cacat, sakit konis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
2.2.2        Faktor Presipitasi
1)      Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2)      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
2.3  Psikodinamika
Penyebab halusinasi secara spesifik belum diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu biologis seperti Abnormallitas, mempengaruhi perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptive terhambatnya perkembangan otak bagi frontal, temporal dan limbik yang berpengaruhi pada kesusuaian perilaku. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan halusinasi seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara dopamine dan  neurotransmitter lain dan masalah –masalah pada system reseptor lain, misalnya panca  indra dan begitu juga faktor sosial budaya dimana stres yang menumpuk dapat menunda  terhadap awitan psikologik lain tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. Stres lingkungan, secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
Ketiga Faktor tersebut yaitu biologis, sosial budaya, dan lingkungan dapat mengakibatkan munculnya stressor pada individu, stressor yang banyak dan bertumpuk  tidak mampu individu selesaikannya inilah yang disebut dengan koping individu inefektif kondisi ini dapat mengakibatkan terganggunya konsep diri. Konsep diri yang terus-menerus terganggu mengakibatkan harga diri rendah dimana individu mengalami kritik diri secara berlebihan untuk menghadapi dirinya terhadap kritik diri tersebut maka individu lebih senang menyendiri, menghindari interaksi dengan orang lain. Pada kondisi ini terjadi ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter yang berlebihan memicu zat halusinogenik sehingga memunculkan imajinasi-imajinasi yaitu halusinasi. Kondisi halusinasi ini pada awalnya menyenangkan, tapi dapat berlanjut ke fase IV yaitu dapat berubah menjadi mengancam, menyuruh untuk memukul, kondisi ini mengakibatkan resiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Karena halusinasi yang sudah sangat mempengaruhi klien, membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan memungkinkan terjadinya perubahan nutrisi, defisit perawatan diri (Stuart & Laraia, 2005).

2.4  Rentang Respon

Rentang respon neurobiologik
 

       Respon Adaptif                                                              Respon Maladaptif

·         Pikiran logis
·         Persepsi akurat
·         Emosi konsisten dengan pengalaman
·         Perilaku sesuai
·      Hubungan sosial harmonis
·      Pikiran kadang menyimpang
·      Ilusi
·      Reaksi emosional berkurang/berlebihan
·      Perilaku ganjil
·      Menarik diri
·       Gangguan prose pikir/delusi/waham
·       Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
·       Ketidakteraturan
·       Isolasi sosial
·       Halusinasi
(Stuart & Gail, 2006)

2.5  Akibat dari masalah
1)      Kebiasaan sehari-hari (ADL)
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintah untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, ruang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan, atau kegiatan ganjil.
2)      Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3)      Riwayat kesehatan
Skizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
4)      Riwayat skizofrenia dalam keluarga
5)      Fungsi system tubuh
(1)   Perubahan berat bada, hypertemia(demam)
(2)   Neurologikal:perubahan mood,disorientasi
(3)   Ketidakefektifan endoktrin oleh peningkatan temperature
6)      Status Emosi
Afek  tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan  bermusuhan, kecemasan berat atau panic, suka berkelahi.
7)      Status Intelektual
Gangguan persepsi,penglihatan, pendengaran, perabaan, pencviuman dan kecap, isi piker tidak realitas, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku,kurang motivasi koping.
2.6  Tanda dan gejala utama
1)      Halusinasi Pendengaran
-        Melirikan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang  dibicarakan.
-        Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau pada benda mati seperti mebel.
-        Terlibat perakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
-        Menggerak-gerakan mulutvseperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.


2)      Halusinasi penglihatan
-        Tiba-tiba tampak gagap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain,benda mati atau stimulus yang tidak Nampak.
-        Tiba-tiba berlari keruang lain.
3)      Halusinasi Penciuman
-        Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
-        Menghindari bau tubuh
-        Menghindari bau udara ketika sedang berjalan kedaerah lain
-        Merespon terhadap bau dengan panic,seperti mencium bau api atau darah
-        Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api.
4)      Halusinasi Pengecap
-        Meludahkan makanan atau minuman
-        Menolak makanan atau minuman
-        Tiba-tiba meninggalkan meja makan
5)      Halusinasi Peraba
-        Menggosok-gosokan tangan/kaki/wajah
-        Merasakn sesuatu yang beralam

Tidak ada komentar: